Diduga Serobot Tanah Dati, Ahli Waris Hatulesila Minta Pemprov Maluku Kembalikan Tanah Milik Mereka

by -276 Views

Tihu,Ambon,Moluccastimes.com-Pemprov Maluku diduga melakukan penyerobotan tanah hak adat Milik warga Negeri Rumahtiga. Lahan tersebut merupakan tanah hak adat (tanah dati) milik Wellem Hatulesila (almarhum).

Hal ini disampaikan Salah Satu Ahliwaris Willem Hatulesila (Alm) yaitu Jan Willem Hatulesila saat komperensi pers dengan awak media di lokasi pemasangan plang tanda larangan untuk melakukan segala aktivitas di lokasi kelurahan Tihu, kecamatan Teluk Ambon kota Ambon, pada Senin (28/08/2023). 

Menurut Hatulesila, Tanah hak adat tersebut merupakan tanah Dati Tihu yang telah terdaftar sejak Register Dati 1814, Register Tahun 1886, Register Tahun 1904, dan Register terakhir pada Tahun 1930 menjadi Eighendom Dati pada Pemerintah Belanda waktu itu. 

“Semula keluarga telah menyurat Pemda Maluku Tahun 2018 pada Gubernur saat itu Bapak Said Assagaf dan pihak keluarga telah rapat dengan Biro Hukum Pemda yang di wakili Bapak Rein Far-Far dan Bagian Aset Pemda saat itu dan telah disepakati untuk melakukan pengukuran ulang bersama pihak keluarga bukti menyangkut hal ini telah disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Maluku sejak Tahun 2018,” jelas Hatulesila.

Ia menambahkan, Hasil rapat tersebut bahwa Pemda Maluku akan melakukan pengembalian batas tanah bersama pihak keluarga terkait status tanah yang dikuasai Pemda tersebut. Namun keluarga menunggu sudah 5 Tahun hal ini tidak pernah dilakukan pengembalian batas tanah oleh Pemda Provinsi Maluku.

“Tetapi dengan leluasa pihak Pemda Maluku sejak Tahun 2018 telah memberikan izin untuk dilakukan pembangunan beberapa gedung dan perumahan diantaranya Gedung Partai PKS, Gedung Pers Maluku, Gedung Partai Demokrat, Gedung Pers Kabar Timur, Garasi mobil milik Bapak Muhamad Marasabessy dan saat ini akan membangun Gedung Partai Amanat Nasional di atas tanah hak milik tersebut,” sebutnya.

Hatulesila menegaskan, Pihak keluarga saat ini merasa sangat dirugikan, padahal pihak keluarga telah menyurati Pemda Maluku berulangkali namun hal ini tidak pernah di tanggapi secara baik. 

Hatulesila kembali menerangkan, Kita semua ketahui bersama bahwa Negara Indonesia telah melakukan Reformasi Agraria dan Penataan terhadap seluruh asset Negara melalui Kementerian Keuangan yang intinya mendaftarkan seluruh asset Negara termasuk seluruh Bangunan pemerintah yang berdiri diatas bidang tanah yang memiliki status kepemilikan tidak jelas sejak masa Orde Baru. 

Sehubungan dengan hal ini kami pihak keluarga telah menyurati Bapak Presiden Yudoyono pada Tahun 2014 yang lalu; kemudian pihak keluarga pada Tahun 2021 juga telah menyurati Presiden RI saat ini Bapak Jokowidodo yang tembusannya disampaikan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional RI di Jakarta, Kepala Kejaksaan Agung RI di Jakarta, Komisi Pemberantas Korupsi di Jakarta dengan harapan bahwa ada kewenangan Institusi Negara untuk dapat menindaklanjuti permohonan pihak keluarga terkait persoalan penguasaan tanah oleh Pemda Maluku seluas ± 14 Ha meliputi Perumahan Pemda I (bukti tidak ada), Kepemilikan Ruko Milik Lakarone (Almarhum), Perumahan masyarakat di dekat kantor Kelurahan Tihu, Perumahan Pemda III (Permasalahan Saudara Rumahtoras terkait penerbitan sertifikat perumahan yang tidak bisa dikeluargan BPN Kota Ambon sebab status pelepasan hak tidak jelas), Perumahan pemda II (bukti hak pakai seluas 5,5 ha), Perumahan Agama dan Gedung Kantor Forkot Balai Keagamaan, termasuk juga tanah yang di atasnya milik Rumah Bapak Gubernur Murad Ismail saat ini. 

Untuk itu, Hatulesila mohon pihak Pemerintah Provinsi Maluku yaitu Bapak Murad Ismail dan aparaturnya dengan ketulusan hati harus memberikan hak juga kepada pihak keluarga (Ahli waris Almarmum) Wellem Hatulesila terkait bukti kepemilikan EihgendomDati Tihu milik keluarga tersebut antara lain;

Memberikan proses penerbitan sertifikat hak milik lahan kosong (Pagar Zengk dekat Gedung PKS) kepada ahli waris Orias Moses Hatulesila untuk lahan seluas ± 7.200 m2 (60 x 130 m2) yang telah dilakukan proses administrasi dan pengukuran serta penerbitan sertifikat oleh BPN Kota Ambon sejak proses adminitrasi di BPN Kota Ambon pada Tahun 2018.

Memberikan proses penerbitan sertifikat hak milik lahan kosong (Papan Larangan Pemda) kepada ahli waris Jan Wilem Hatulesila untuk lahan seluas ± 2.160 m2 (80 x 27 m2) yang telah dilakukan proses administrasi dan pengukuran serta penerbitan sertifikat oleh BPN Kota Ambon sejak proses adminitrasi di BPN Kota Ambon pada Tahun 2020.

Melakukan peninjauan dan pengukuran ulang untuk luasan tanah yang dikuasai Pemda Maluku saat ini seluas ± 14 ha, bersama pihak keluaraga ahli yang difasilitasi oleh BPN Provinsi Maluku. 

Pemda Maluku segera melakukan pertemuan dengan pihak keluarga Hatulesila atas hak adat (tanah eigendom Dati Tihu milik Willem Hatulesila (almarhum).

Ditempat yang sama, kuasa hukum keluarga Hatulesila, F.P. Noya, SH,. M.Hum saat diwawancarai menjelasan, keluarga Hatulesila mempunyai bukti surat Register Dati 1814, Register Tahun 1886, Register Tahun 1904, dan Register terakhir pada Tahun 1930 menjadi Eighendom Dati pada Pemerintah Belanda waktu itu. 

“Dalam keputusan Lantrad (Pemerintahan Belanda 1814) di dalilkan bahwa ini Eighendom Verponding, namun dalam keputusan Lantrad disebut bukan Eighendom Verponding, tetapi dikembalikan ke Eighendom Dati Tihu, dan Eighendom Dati itu punya keluarga Hatulesila,” jelas Noya

Menurutnya, kalau Pemda menyatakan bahwa ini merupakan milik Pemda maka buktinya apa?, harus jelas dulu. Apakah Pemda berdalil bahwa ini adalah Eighendom Verponding dan ketika Indonesia merdeka dia menjadi Ex Eighendom Verponding dan dikuasai oleh Pemda.

“Kecuali tidak ada surat-surat dan penghuni. Menurut saya, ketika Ex Eighendom Verponding itu dihitung dari Indonesia merdeka, kalau tidak ada pemiliknya itu langsung dikuasai oleh Pemerintah, bukan di miliki oleh pemerintah,” ungkap Noya.

Jadi pertanyaan adalah ini Ex Eighendom Verponding atau tidak?, kalau ini adalah Ex Eighendom Verponding secara undang-undang Mutatis Mutandis itu dikuasai oleh Pemerintah, tapi keluarga Hatulesila ini mempunyai bukti sura-surat.

“Oleh karenanya siapa saja yang menyatakan ini merupakan miliknya jangan hanya berdasarkan surat-surat, tetapi harus dibuktikan lewat keputusan pengadilan,” Tuturnya.

Hal ini nantinya keluarga Hatulesila akan melakukan gugatan kepada BPN yang telah mengeluarkan sertifikat. (MT-01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *