Ambon,Moluccastimes.com-Pemilik 20 Dusun Dati di Negeri Urimessing, Evans R. Alfons , mengingatkan Pemerintah Provinsi Maluku tidak salah bayar ganti rugi lahan RSUD Dr, Haulussy Kudamati Ambon kepada orang yang tidak berhak dalam hal ini, Yohanes Tisera alias Buke.
Hal tersebut ditegaskan Alfons Kamis, 03/08/2023.
“Hal ini perlu saya ingatkan sebab saya memiliki hak kepemilikan atas lahan tersebut yaitu Surat Penyerahan tertanggal 28 Desember 1976 yang digunakan dalam Perkara Nomor 38/Pdt.G/2009/PN.Ab jo No. 18/PDT/2011/PT,Mal Jo 1385.K/PDT/2013 Jo 512.PK/PDT/2014 yang dimiliki Buke adalah surat yang sudah dibatalkan oleh Pemerintah Negeri Urimessing pada tahun 1983, yang diperkuat dengan Keputusan Pemerintah Desa Urimessing pada tahun 1994, kemudian ditahun 2011 oleh BPD Desa Urimessing dan terakhir melalui Keputusan Saniri Lengkap Negeri Urimessing dan Saniri Rajapati bersama Raja Negeri Urimessing pada tahun 2013,” jelas ERA.
Ayah tiga anak itu mengungkapkan, seluruh keputusan pembatalan tersebut dikuatkan oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap nomor 62/Pdt.G/2015/PN.Amb jo No. 10/PDT/2017/PT.Amb jo No. 3410.K/PDT/2017.
“Dalam amar putusan menyebutkan bahwa Surat Penyerahan 6 (enam) potong Dusun Dati dari Anggota Saniri Negeri Urimessing kepada Hein Johanis Tisera tertanggal 28 Desember 1976 adalah cacat hukum,” tandasnya.
Ditambahkan, putusan tersebut merupakan kelanjutan dari sebuah proses hukum yang panjang dimana pada tahun 1980 dalam perkara perdata nomor 656/1980/Perdt.G/PN.Ab jo No. 100/1982/PDT/PT.Mal jo No. 2025.K/PDT/1983, Majelis Hakim juga telah membatalkan surat penyerahan 2 (dua) potong Dati yaitu Dati Batu Bulan dan Dati Talagaradja dari Anggota Saniri Negeri Urimessing kepada Hein Johanis Tisera tertanggal 1 Juli 1976.
“Kedua putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap ini jelas membuktikan bahwa 2 (dua) surat penyerahan yang diklaim sebagai dasar kepemilikan oleh Yohanes Tisera alias Buke yang adalah keturunan dari Hein Johanis Tisera, adalah surat-surat penyerahan yang cacat dimata hukum. Karena itu harus menjadi pedoman dan pertimbangan Pemerintah Provinsi Maluku dalam membuat Akta Kesepakatan dihadapan Notaris Ostiaty Nahumarury SH, yang diduga bertujuan untuk menindaklanjuti Putusan Pengadilan No. B/Pdt.G/2009/PN.Ab Jo No. 18/PDT/2011/PT,Mal Jo 1385.K/PDT/2013 Jo 512.PK/PDT/2014 yang jelas-jelas hanya bersifat deklaratoir (non eksekusi),” paparnya.
Dirinya selalu menekankan kepada Pemrov Maluku bahwa baik Yohanes Tisera alias Buke, Kepala BPN Kota Ambon dan Notaris Rostiaty Nahumarury SH adalah pihak dalam perkara No. 62/Pdt.G/2015/PN.Amb jo No. 10/PDT/2017/PT.Amb jo No. 3410.K/PDT/2017, hingga putusan tersebut mengikat mereka selaku pihak didalamnya.
“Seharusnya Notaris Rostiaty Nahumary tidak boleh membuat Akta Notaris terkait Jual Beli kesepakatan dalam bentuk apapun juga yang Hak Kepemilikannya didasarkan pada Surat penyerahan tertanggal 28 Desember 1976 yang cacat hukum. BPN juga tidak boleh menerbitkan sertifikat tanah yang mohonannya didasarkan Surat penyerahan 28 Desember 1976, karena Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan sertifikat merupakan suatu alat bukti kepemilikan atas tanah dibuat berdasarkan data yang benar dengan data fisik dan data yuridis. Jika BPN melakukan hal tersebut maka dapat diduga melakukan perbuatan melawan hukum baik perdata maupun pidana,” jelasnya panjnag lebar.
Hal lain yang kini menjadi masalah terkait kesepakatan pembayaran ganti rugi tanah RSUD Dr haulussy antara Yohanes Tisera selaku Pemilik tanah dengan Hamin Bin Taher dalam jabatan sebagai Sekertaris Daerah (Sekda) Pemprov Maluku berdasarkan
putusan No. 38/Pdt.G/2009/PN.Ab Jo No. 18/PDT/2011/PT,Mal Jo 1385.K/PDT/2013 Jo 512.PK/PDT/2014,
“Ternyata ditemukan adanya luas dan batas-batas tanah RSUD Dr Haulussy Kudamati Ambon sangat jauh berbeda dengan isi putusan tersebut, sehingga kami duga ada unsur ketidakbenaran dalam kesepakatan dimaksud,” timpalnya.
Ia menambahkan, pihaknya juga menemukan bukti pembayaran termin pertama sejumlah 10 Miliar pada bulan Pebruari 2019 dilakukan sebelum akta kesepakatan dibuat dihadapan Notaris pada bulan Maret 2019.
“Kami berharap, para penegak hukum termasuk didalamnya DPRD Pemprov Maluku sebagai bagiam Pengawasan Kinerja Pemerintah Daerah, dapat memaksimalkan pengawasannya bila perlu mengambil langkah tegas terhadap proses yang sementara berlangsung, guna menciptakan keadilan di tengah-tengah masyarakat,” tegasnya sambil berharap. (MT-01)