“Mari kita bijak dalam mengedepankan sebuah narasi, yang harus dilakukan adalah memberikan solusi atau saran kepada Pemerintah terkait situasi bencana yang dihadapi oleh masyarakat. Sebaliknya janganlah membuahkan narasi yang mengarah pada tindakan provokatif serta mengancam hubungan hidup orang basudara di Ambon. Pertahankan kehidupan orang basudara yang laeng sayang laeng,” pintanya.
Ambon,moluccastimes.id-Isu yang mengemuka terkait penanganan bencana kebakaran di Desa Hunuth dan Negeri Batu Merah yang menjurus pada tindakan provokatif, ditanggapi Pemerintah Kota Ambon.
“Pada intinya setiap bencana alam yang dialami oleh masyarakat Kota Ambon, Pemerintah Kota Ambon tidak tinggal diam. Blusukan, tinjauan, serta pendekatan penanganan baik itu kebakaran, longsor hingga banjir selalu ditanggapi. Karena, itulah bukti kehadiran negara yang turut merasakan situasi yang dihadapi masyarakat sebagai korban,” ungkap Juru Bicara Juru Bicara Pemerintah Kota Ambon, DR. Ir. Ronald H. Lekransy, M.Si, kepada moluccastimes.id, Kamis 18/09/2025.
Karena itu, Lekransy mengajak masyarakat menyikapi dengan bijak pemberitaan yang mengusung narasi agitatif.
“Mari kita bijak dalam mengedepankan sebuah narasi, yang harus dilakukan adalah memberikan solusi atau saran kepada Pemerintah terkait situasi bencana yang dihadapi oleh masyarakat. Sebaliknya janganlah membuahkan narasi yang mengarah pada tindakan provokatif serta mengancam hubungan hidup orang basudara di Ambon. Pertahankan kehidupan orang basudara yang laeng sayang laeng,” pintanya.
Kebakaran Hunuth & Batu Merah
“Secara hukum, pendekatan yang dilakukan dalam konflik sosial yang mengakibatkan kebakaran di Desa Hunuth diatur dalam Undang Undang Nomor 24 tahun 2027 Tentang Penanggulangan Bencana, masuk dalam kategori bencana sosial yang disebabkan oleh konflik / tawuran dan kemudian menjadi besar, memakan korban jiwa dan harta benda serta membutuhkan penangan khusus,” papar Lekransy
Pria yang selama satu dekade berkecimpung di BPBD Kota Ambon itu menyatakan, pendekatan khusus yang dimaksud dalam Undang Undang membutuhkan penanganan yang lebih kompleks.
“Sebab ini bukan hanya soal bangun rumah, tetapi soal bagaimana membangun kepercayaan masyarakat, bagaimana rekonsiliasi pasca konflik, mencegah konflik tidak terulang lagi, serta upaya pemulihan kondisi pasca konflik termasuk pembangunan, rehabilitasi infrastruktur, fasilitas pemerintah, tempat usaha, rumah yang rusak terbakar,” bebernya.
Karena itu, lanjutnya, penanganan untuk Desa Hunuth telah dibentuk Tim Banmas Kebakaran Hunuth.
“Langkah ini diambil Wali Kota karena ada perorangan dan perusahaan yang bersimpati memberikan donasi kepada warga Hunuth. Sementara untuk pengerjaan pembangunan kembali rumah yang terbakar diserahkan kepada pihak TNI, melalui program TMMD tanpa upah kerja,” lugasnya.
Disisi lain, pendekatan penanganan kebakaran Gang Banjo Negeri Batumerah adalah pendekatan kebakaran pemukiman akibat Lilin /korsleting atau arus pendek.
“Perlu diluruskan bahwa penangan kebakaran akibat kelalaian, korsleting atau arus pendek di Kota Ambon selama ini tidak ada perbedaan, semua mekanisme bantuan yang dilakukan sama bagi seluruh masyarakat yang mengalami kebakaran. Nah, sesuai Permendagri Nomor 77, terkait pemanfaatan BTT dan Petunjuk Teknis Standarisasi Bantuan Sosial, maka Dinas Sosial Kota Ambon menyiapkan nama korban yang berhak mendapatkan bantuan stimulan sebesar Rp 15 Juta per rumah dari dana APBD Pemerintah Kota, yang disahkan dalam SK Wali Kota Ambon. Dalam waktu dekat ini akan direalisasikan,” jelasnya panjang lebar.
Sambungnya, penanganan kebakaran pada dua lokasi tersebut dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku.
“Sehingga narasi yang menyebutkan penangan kebakaran pemukiman di Desa Hunuth dan Negeri Batumerah menimbulkan kecemburuan sosial serta merusak rasa keadilan masyarakat adalah tidak berdasar. Karena pembandingnya harus terhadap rumah-rumah yang terbakar akibat kelalaian / korsleting atau arus pendek, bukan terbakar akibat konflik sosial,” tegasnya.
Lekransy menilai, narasi bahwa perbedaan bantuan bukan hanya merugikan masyarakat Desa Batu Merah, tetapi juga berpotensi memicu konflik horizontal adalah, pilihan diksi yang tidak bertanggungjawab.
“Kami ingatkan, bahwa narasi menghasut, dan provokatif bisa berpotensi hukum, jika tidak disampaikan dengan hati-hati dan bertanggungjawab di ruang publik. Karena narasi-narasi seperti itu, berpotensi penghasutan atau mendorong orang lain untuk melakukan tindakan melanggar hukum atau menimbulkan konflik,” tegas Jubir.
Lekransy menambahkan, kebebasan berpendapat merupakan hak fundamental dalam masyarakat demokratis. Namun perlu diingat, bahwa bukan kebebasan tanpa batas, namun harus digunakan dengan tanggung jawab, dan tidak melanggar hak-hak orang lain.
“Apa yang dilakukan Pemkot Ambon sudah berdasarkan norma serta aturan bukan atas kepentingan. Inilah bukti konkret komitmen Wali Kota dan Wakil Wali Kota merawat harmonisasi sosial deng Voor Biking Bagus Ambon,” pungkasnya. (MT-01)