Ambon,mollucastimes.com-Membangun kekuatan untuk merealisasikan hukum kasih rasanya cukup sederhana yaitu taat mendengar panggilan dan mengikutinya. Bagi kebanyakan orang mungkin hal ini rumit tetapi tidak bagi seorang Atha Hitiyahubessy. Dari hanya mendengar dan mengikuti panggilan untuk menjadi berkat bagi sesama, banyak hal yang telah dilakukannya dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir.
Sebut saja Pulau Seram yang notabene masih banyak desa yang terisolasi kini satu per satu mulai melihat cahaya kasih yang ditransaferkan oleh Hitiyahubessy bersama Tim Gandong.
“Gandong ini sebuah nama yang merupakan representasi dari visi kami sesuai dengan Injil Matius 22 : 37-39 tentang hukum kasih yaitu kasih terhadap Allah dan kepada sesama manusia. Kami menggunakan nama Gandong dalam pengertian bahasa Indonesia adalah saudara. Itulah kasih yang utama dan terutama yaitu mengasihi sesama manusia seperti dirimu sendiri. Tim kami hanya 6 orang, di Ambon ada Saya, Ochep dan Deddy sedangkan di Belanda ada Arianne Sipman, Myrthe Tenret serta Marc Bassaur,” aku wanita asal Nusalaut ini kepada mollucastimes Senin, 28/01/19.
Diceritakan, sejak 2010 Atha terpanggil dan meninggalkan pekerjaannya di PT. Telkom p, hanya untuk melayani masyarakat yang terisolasi di Pulau Seram dengan fokus pelayanan kepada anak-anak. Padahal dirinya telah berkerja selama 12 tahun.
“Anak-anak merupakan generasi masa depan yang harus diisi dengan berbagai pelajaran hidup. Jika mereka belum memiliki kesempatan menikmati bangku sekolah seperti teman seusianya, minimal mereka mempunyai mimpi. Karena itu, Tim Gandong terpanggil untuk membangun Rumah Baca bagi anak-anak di pedalaman. Dengan adanya Rumah Baca mereka mulai mengembangkan mimpi mereka dan mengenal potensi besar yang Tuhan taruh dalam mereka. Dan kami berdoa serta berharap mimpi mereka akan terjadi suatu hari nanti,” cerita Wanita yang memiliki lesung pipi ini.
Pertama kali masuk ke pedalaman Pulau Seram, dirinya merasakan kesedihan yang luar biasa.
“Saya menangis saat pertama kali masuk ke Seram. Saat itu, seperti Tuhan ingatkan ketika berusia 5 tahun, Papa saya yang seorang petani selalu menggendong saya dan pergi ke kebun untuk memetik cengkih kemudian harus ke kebun sagu untuk mengolah sagu di Seram. Semua dilakukan untuk menafkahi kami sekeluarga, memenuhi kebutuhan sekolah kami berempat. Ingatan itu terus berulang-ulang didepan saya seperti slide film. Saya sadar bahwa Tuhan inginkan saya kembali untuk memberkati tanah yang telah memberikan kehidupan kepada saya dan keluarga lewat pelayanan kepada anak-anak dan terutama mengenalkan mereka akan kasih Tuhan,” kenangnya.
Dikatakan masuk ke pedalaman Seram, Tim Gandong harus berhadapan dengan masyarakat maupun tua-tua adat yang menaruh rasa curiga atas kehadiran mereka. Namun dengan pertolongan Tuhan, akhirnya Tim Gandong bisa mobilisasi dengan baik.
“Kendala yang kami hadapi saat pertama kali masuk suatu desa adalah rasa curiga yang berlebihan dari masyarakat. Namun setelah melakukan pendekatan dengan Raja atau tua adat dan meyakinkan mereka bahwa kehadiran kami adalah untuk memotivasi anak-anak melalui impian mereka, berangsur-angsur rasa curiga berangsur hilang dan kami.diterima selayaknya saudara. Banyak hal yang kami rindu bagikan dengan mereka,” ucapnya.
Mulai dari satu desa di Horale Kecamatan Seram Utara, Tim Gandong membangun Rumah Baca.
“Bayangkan karena terisolasi demikian, anak-anak yang mau ke sekolah harus melewati tebing bebatuan yang dibawahnya berkeliaran buaya tetapi mereka berjuang untuk sekolah bahkan harus naik ketinting (perahu sederhana-red) selama satu jam pulang pergi untuk mencapai sekolah. Kamipun membangun Rumah Baca tersebut supaya anak-anak bisa tetap mendapat pengetahuan melalui membaca, bahkan inilah yang menjadi alasan kami untuk terus datang dan membantu mereka. Kami juga membantu mengedukasi orang tua bahkan guru dan hingga 2018 sudah ada 2 Rumah Baca yang kami bangun yaitu di Seram Utara di Desa Horale dan Seram Selatan di Desa Runussa (Suku Naulu) ,” rincinya.
Dikatakan program awal tahun 2019 adalah mensuport bidang pendidikan melalui pembagian sekitar 257 pasang sepatu sekolah kepada anak-anak di Desa Peliana (Suku Alifuru) dan Desa Runussa Kecamatan Seram Selatan.
“Selain itu Gandong juga akan mensuport buku untuk mengisi Rumah Baca di Desa Mangga Dua yang telah dibangun atas inisiatif anak negeri. Yang paling membuat sukacita kami adalah mereka mengenal kasih, tahun 2013 mereka membuka hati untuk menerima Tuhan dalam hidup mereka bahkan tahun 2016 Gereja dibangun disana. Selanjutnya pada bulan Februari nanti, tim akan melakukan pelayanan kasih kepada Suku Asli di Kabupaten Buru juga,” tukasnya.
Atha mengatakan, dirinya beserta tim Gandong berkomitmen untuk terus menabur bagi pelayanan masyarakat terisolasi di Pulau Seram.
“Kami belajar untuk tidak meminta-minta tetapi mulai dari menabur dari diri kami dan Tuhan sendiri yang menggerakkan hati orang datang berinvestasi serta memberi dengan kerelaan hati dan kasih mereka bukan dengan paksaan kepada anak-anak di negeri ini. Sebab jiwa-jiwa adalah milik Tuhan. Kami hanyalah ‘jembatan’ bagi Tuhan untuk merepresentasikan kasih-Nya untuk manusia terutama basudara (gandong) kita di daerah yang masih terisloasi,” paparnya.
Saat ini, wanita yang punya senyum manis ini juga membuka jaringan lewat Gandong Tours and Travel sejak tahun 2012 untuk mensuport pelayanan tim di daerah terisolasi di Pulau Seram.
“Saya mengkombinasikan tugas sebagai guide untuk mendukung pelayanan kami di Pulau Seram. Hampir 95% tamu kami berasal dari Belanda, sambil mengantar mereka keliling Maluku, saya mengenalkan pelayanan kami kepada mereka, bahkan mereka dengan kesadaran sendiri membantu mensuport baik lewat buku-buku, alat tulis, peralatan mandi dan lain sebagainya. Bagi tim,
Gandong Tours and Travel ini merupakan jembatan mengenalkan kasih Tuhan kepada manusia,” ujarnya.
Ditambahkan untuk mengenal dan melihat pelayanan yang dilakukan oleh Tim Gandong, dapat temukan lewat Website Project Gandong: www.gandongprojects.webs.com dan Gandong Tours: www.gandongtours.com.
Pelayanan Keliling Ke 17 Negara
Atha, bungsu dari 4 bersaudara ini tidak pernah membayangkan akan menginjakkan kaki di belahan dunia yang hanya dilihat lewat televisi. Hal baru baginya tetapi atas dasar kesadaran bahwa Tuhan yang memulai sejak dirinya menyatakan taat akan panggilan Tuhan.
“Saya tidak pernah menyangka akan melihat negara-negara yang hanya bisa saya saksikan lewat televisi tetapi apa yang Tuhan buat bagi saya sungguh luar biasa. Saat saya taat kepada apa yang Tuhan katakan, saya melihat berkat bangsa-bangsa. 17 negara telah saya kunjungi bukan hanya untuk rekreasi semata tetapi tetap menjalankan pelayanan kasih yang Tuhan sudah beri di hati saya sejak 2010 lalu,” papar wanita yang juga merupakan salah satu choir Rock Team Music ini.
Dikatakan di negara-negara tersebut dirinya belajar pelayanan apa yang harus dilakukan, sebab setiap negara akan berbeda pelayanannya.
“Untuk negara Belanda pelayanan yang saya lakukan bersama Tim Gereja Interdenominasi di Belanda adalah melayani dan berdoa bagi orang di penjara, kaum homeless, orang-orang yang terlibat prostitusi, drugs. Kami berdoa keliling, yang paling trend saat ini disana adalah tingkat bunuh diri sangat tinggi,” ungkapnya.
Menurutnya tingkat kematian 1800 per tahun dan yang bunuh diri rata-rata 3-5 orang per hari.
“Kebanyakan karena depresi dan mengalami kekosongan dalam hidup. Mereka butuh kasih Tuhan. Kami berdoa untuk Belanda dengan menggunakan peta. Misi tahun lalu adalah berdoa minta para pendoa syafaat lahir di gereja-gereja. Gereja harus bangkit dan berdoa bagi negaranya masing-masing,” dirinya berharap.
Selain Belanda, Tuhan menuntunnya bersama Tim ke Irlandia Utara. “Di Irlandia kami diberikan kesempatan untuk melayani orang yang berasal dari Timor Leste. Ternyata, saat ini di Irlandia Utara, masyarakat Timor Leste berjumlah hampir 10 ribu orang dan terbagi di berbagai kota dan kami ada disana untuk melayani mereka,” akunya.
Lain lagi cerita untuk negara Rumania yang terkenal dengan perkampungan orang Gipsy.
“Mereka masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dari negara ini lahir drakula. Disini, Tuhan minta kami untuk berdoa keliling gedung parlemen dan melayani mereka,” imbuhnya.
Diakhir ceritanya, Atha menegaskan visi Tim Gandong baik yang ada di Ambon maupun di Belanda adalah agar semua orang bisa mengalami kasih Tuhan dan tahu bahwa mereka dikasihi dan spesial. Sedangkan misinya yaitu Tim Gandong ada sebagai jembatan untuk menyalurkan kasih dan menjadi tangan Tuhan bagi saudara-saudara di pedalaman sehingga menyadari bahwa mereka dikasihi dan spesial. (MT-01)