Ambon, Mollucastimes.com- Kasus Sengketa lahan tanah adat kerap selalu terjadi di kehidupan masyarakat adat Maluku, sehingga peran pihak penengah seperti hakim peradilan perdata serta Mahkamah Agung sangat di butuhkan guna menyelesaikannya,
Salah satunya perkara sengketa lahan tanah adat yang di hadapi oleh keturunan asli keluarga Besar Laipeny-Rumkoda sebagai ahli waris yang sah di kota Tepa, kecamatan pulau Babar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku.
Disampaikan oleh M. Laipeny (43), keturunan asli mata rumah keluarga Laipeny-Rumkoda ketika di temui oleh wartawan, Rabu (17/05/17) adalah bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tual tertanggal 04 januari 2003 : REG.NO.14/PDT.G/2002/PNTL, Ny. Elisabeth Laipeny, Dkk) tergugat : Lukas Laipeny, Dkk) di menangkan oleh pihak penggugat Ny. Elisabeth Laipeny, Dkk sehingga Tergugat mengajukan banding pada pengadilan Tinggi Maluku tertanggal 26 april 2003. Namun berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Maluku sesuai REG.NO.07/PDT/2003.PT.MAL menyatakan kemenangan hak atas lahan tanah adat di kota tepa ini jatuh pada pihak terbanding yakni penggugat Ny. Elisabeth Laipeny, dkk.
Dengan kemenangan penggugat Ny. E Leipany Dkk ini, Lukas Leipany atau pihak tergugat ini, tidak merasa aman sehingga mengajukan permohonan Kasasi pada Mahkamah Agung, namun pada Putusan Mahkamah Agung ( MA ) pun menolak hal itu karena barang bukti yang di tunjukan seperti Silsilah keturunan di anggap tidak valid.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik REG.NO.2719.K/Pdt/2003 pada Rabu,18 April 2007 serta Putusan PK , Reg.No.734.PK/PDT/2008, dengan Nomor Surat Pengantar : W27.UI/324/PDT.04.10/IV/2008, tentang menolak permohonan Kasasi tertanggal 18 oktober 2010 dan tetap memenangkan pihak penggugat, Ny. E. Laipeny, dkk.
“Dengan demikian, secara hukum yang sah hak atas tanah adat di Kota Tepa, Kecamatan Pulau Babar, Kepulauan Maluku Barat Daya ini, jatuh pada pewaris asli dan keturunannya, yakni Pihak penggugat,”ungkap Laipeny.
Dirinya menjelaskan,, sampai sekarang belum ada kepastian eksekusi Lahan dari pihak Pengadilan Saumlaki dan Pengadilan Tinggi Maluku dalam peninjauan kembali perkara oleh Putusan Mahkamah Agung No.734/PK/PDT/2008 tanggal 16 juli 2014.
“Setelah putusan MK terhadap lahan sengketa di Pulau Babar, khususnya kota Tepa putusan PK nya sudah berkekuatan hukum. Hanya sampai sekarang ini belum ada eksekusi dari Pengadilan Saumlaki maupun Pengadilan Tinggi Maluku terhadap hasil putusan PK pada tanggal 16 juli 2014 tentang hasil putusan PK.”jelasnya.
Dengan memenangkan para penggugat atas nama Ny. Elisabeth Laipeny yang melawan tergugat Lukas Laipeny, sehingga dari sisi proses hukum terhadap tanah dati marga Laipeny-Romkoda kita anggap clear namun karena penanganannya sangat lama baik oleh Pengadilan Negeri Saumlaki maupun Pengadilan Tinggi Maluku menyebabkan terjadi lagi gugat menggugat lahan sengketa tersebut.
Laipeny kepada wartawan, meminta kepada Pengadilan Negeri Saumlaki maupun Pengadilan Tinggi Maluku untuk taat pada putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yakni PK yang di keluarkan oleh Mahkamah Agung sehingga tidak terjadi gugat menggugat karena sudah selesai. Minggu kemarin, tergugat yang di anggap kalah dalam proses perkara ini telah mengadakan sasi adat terhadap beberapa lahan yang sangat merugikan pemerintah daerah. Baik di kecamatan maupun kabupaten.
“Terjadi sasi terhadap dermaga kota tepa, puskesmas dan rawat inap kota tepa, sekolah SMA di kota tepa juga kantor pos. Padahal berdasarkan sisi hukum , mereka sudah tidak bisa lagi mengclaim bahwa itu punyanya mereka tetapi oleh pihak kepolisian, membiarkan sehingga seakan-akan kapolsek dan jajaran kepolisian yang ada di sektor pulau babar, ada di belakang mereka, sedangkan nyatanya putusan oleh MA telah menyatakan bahwa mereka kalah,”ungkapnya.
Dirinya meminta agar hal ini di tindak lanjuti dengan baik, jangan sampai Sebagai yang memiliki kekuatan hukum yang paten, sudah tidak bisa lagi menerima hal ini, kecuali kalau dari pihak tergugat punya bukti lain dan itu untuk menggugat lahan sengketa ini, karen hal ini bisa menjadi bumerang yang dapat merugikan.
“Kami memiki kemampuan untuk bisa saja mengeksekusi sendiri kalau memang putusan Lengadilan Saumlaki dan Pengadilan Tinggi Maluku terasa lama dan semua yang di lakukan Polres dan Polsek Pulau Babar juga seakan-akan berpihak pada mereka. Kami bisa mengeksekusi lahan itu dengan kekuatan kami sendiri dan itu pasti akan mengalami pertumpahan darah secara besar- besaran”, tegasnya.
Dirinya menuturkan, masalah yang sama peenah membuat penikaman di Kota Tepa pada tahun 1992 silam. Dan jangan sampai hal ini terjadi lagi. Dan kalau sampai hal ini tidak di tindaklanjuti secepatnya, maka kami tidak dapat menjamin bahwa akibatnya akan lebih fatal lagi.
Dirinya menghimbau kepada Sherry . J Laipeny, SH sebagai pengacara tergugat , pihak keluarga meminta untuk tidak lagi memprovokasi seluruh keluarga yang ada di mata rumah Laipeny -Rumkoda, yang di indikasikan sebagai provokator guna menjadi pemecah belah keluarga.
“Rentetan peristiwa masalah lahan sengketa ini hampir sebagian besar melibatkan para pemilik dana yang besar dan telah terlanjur membeli tanah dana para tergugat yang telah mengalami kekalahan sehingga kami meminta pihak keamanan untuk berdiri, dan berpihak pada putusan yang telah di keluarkan oleh MA , dan bukan pada kita, untuk segera mengeksekusi lahan sengketa itu,”tandasnya. (MT)