Dinilai Miliki Banyak Pengalaman, Timisela Diangkat Sebagai Direktur Baru Museum Sejarah Maluku

by -69 Views
Direktur Museum Sejarah Maluku yang baru, Henry Timisela

Netherland,mollucastimes.com-Museum Sejarah Maluku kini memiliki Direktur baru, yang diangkat setelah Direktur lama menyelesaikan masa tugasnya. Adalah Henry Timisela, Direktur baru yang diangkat oleh Dewan Museum Sejarah Maluku pada 05 Maret 2020 karena dinilai memiliki banyak pengalaman.

“Dengan banyak pengalaman yang dimiliki, kami yakin Timisela dapat mengembangkan Museum ini dengan baik. Sebab, yayasan kami saat ini sedang mencari sosok yang memiliki kepribadian, keahlian serta antusiasme yang tinggi terhadap perkembangan Museum Sejarah Maluku. Menurut kami, Timisela layak untuk menempati posisi sebagai Direktur yang baru dan penerus yang ideal. Dia adalah orang tepat di tempat yang tepat,” jelas Pengurus Museum Sejarah  Maluku, Drs. K.J.C. Sariwating.

Museum Sejarah Maluku di Utrecht, NL (dok.wikipedia)

Sementara itu, Henry Timisela mengatakan dirinya senang karena diberikan kepercayaan oleh Dewan untuk memimpin Museum Sejarah Maluku.

“Saya bahagia karena sebagai orang Maluku, kita masih diberikan kepercayaan disini. Akan ada banyak kerja dan upaya yang dilakukan untuk mengembangkan Museum Sejarah Maluku, kemudian membuka kerjasama dengan banyak orang. Kisah dan sejarah  Maluku sangat penting bagi kita semua. Karena itu, saya akan segera memulai pekerjaan ini,” papar pemilik senyum manis ini.

Timisela menggantikan Nelleke Launspach, yang  telah menyelesaikan masa tugasnya di Museum Sejarah Maluku pada tanggal 1 Februari 2020. Dan, Dewan Museum Sejarah Maluku melihat Timisela sebagai penerus ideal Launspach, dan akan mulai bekerja pada 10 Maret 2020 mendatang.

Beberapa tahun terakhir, Timisela merupakan pekerja lepas untuk membuat program, manejer proyek dan juga jurnalis.  Bersama saudaranya Joshua, ia mendirikan perusahaan produksi TBT Works.  Bersama-sama mereka membuat film fitur JEFTA, juga teater dengan menunjukkan Het Geheim oleh The Brothers Timisela, Enkeltje Toekomst, Hotperdomme Nou dan De LIEPDE Show. (Source: MUSEUM-MALUKU.NL/MT-01)


Sejarah Lahirnya Museum

Museum Maluku, juga dikenal dengan singkatan MuMa, adalah museum yang didedikasikan untuk Kepulauan Maluku dan masyarakat Maluku yang tinggal di Belanda. Museum Maluku terletak di kota Utrecht. Sayangnya, karena keuangan yang tidak memadai beberapa waktu, Museum Maluku harus menutup pintunya.

Sekitar 12.500 orang Maluku tiba di Belanda untuk sementara waktu pada tahun 1951, setelah berakhirnya pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Meskipun awalnya dimaksudkan sebagai penduduk sementara, pemerintah Belanda mulai menganggap Maluku sebagai penduduk tetap negara itu pada tahun 1956, dan mulai mempromosikan integrasi dalam masyarakat Belanda. Orang-orang Maluku dicegah untuk kembali ke Maluku di Indonesia karena alasan sosial dan ekonomi sampai tahun 1980-an.

Pada tahun 1986, pemerintah Belanda mengumumkan niatnya untuk membuka museum sebagai hadiah kepada komunitas Maluku di Belanda. Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda dan Badan Persatuan (Gerakan Kesatuan Maluku), yang bersama-sama mengembangkan institusi baru itu, museum itu digambarkan sebagai “monumen yang hidup”, memberikan gambaran tentang sejarah masyarakat Maluku, yang mungkin juga berfungsi untuk merangsang perkembangan kontemporer seni dan budaya Maluku di Belanda.  Siaran pers bersama yang mengumumkan museum masa depan untuk komunitas Maluku dirilis pada 21 April 1986.

Museum Maluku, atau Museum Moluks Historisch (Museum Sejarah Maluku), sebagaimana pertama kali disebut, dibuka untuk umum di Utrecht pada November 1990. Dan beralih ke yayasan swasta pada 1995.

Selain koleksi permanen, Museum Maluku memiliki pameran sementara dan auditorium yang dapat menampung delapan puluh orang. Museum ini juga mencakup pusat penelitian pendidikan dan sebuah kafe kecil yang menampilkan masakan Maluku.

Kemitraan Museum

Rijks Museum Amsterdam (dok.Papasemar.com)

Museum Maluku telah bermitra dengan banyak organisasi Belanda, Indonesia dan Amerika untuk mengadakan pameran dan pertukaran budaya. Para kolaborator Belanda terus memasukkan pemerintah Belanda dan berbagai organisasi Maluku di dalam negeri.

Museum ini juga bermitra dengan lembaga budaya Belanda lainnya termasuk Rijksmuseum Amsterdam, Asosiasi Museum Belanda, Museum Centraal di Utrecht, Museum Seni Aborigin di Utrecht, Institut Tropis Kerajaan (KIT), Bronbeek dan Friends of Papua Heritage Foundation (PACE).

Museum Siwalima Ambon (dok.istimewa)

Mitra museum Indonesia termasuk Gubernur
Provinsi Maluku, Museum Siwa Lima di Ambon, Erasmus Huis di Jakarta, diplomat etnis Maluku, Kedutaan Besar Belanda untuk Indonesia dan Yayasan Rinamakana Ambon.

Museum Maluku meluncurkan kemitraan yang dimulai pada Agustus 2009 dengan World of Maluku (WOM), sebuah majalah yang diterbitkan di Jakarta dan diedit oleh Samuel Wattimena.

Di bawah kolaborasi, Museum Maluku adalah distributor dan koresponden utama dari majalah World of Maluku di Belanda.

Museum ini juga dalam pembicaraan dengan Erasmus Huis di Jakarta untuk meluncurkan pasar tahunan Maluku untuk melayani komunitas Maluku yang berada di ibu kota Indonesia.

Erasmus Huis, Jakarta (dok.casaindonesia.com)

Museum Maluku juga telah bekerja dengan Smithsonian Institution di Washington, D.C. Ini bekerja untuk bermitra dengan komunitas diaspora Maluku di negara bagian California AS, serta Australia.

Saat ini  Pengurus Museum Sejarah Maluku yaitu Drs. K.J.C. Sariwating, R. van Gessel, J.C. Hoexum MBA, L. Sahetapy Engel, S. Taihuttu.(Wikipedia/MT-01)