Penelitian yang dilakukan Fakultas Pertanian harus menghasilkan kontribusi bagi ketahanan sosial, ekologi serta mata pencaharian masyarakat di pulau kecil terutama pada lokasi dimana dilakukan penelitian yaitu Negeri Abubu dan Negeri Nalahia Kecamatan Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah.
Ambon,moluccastimes.id-Peneltian yang dilakukan Fakultas Pertanian harus menghasilkan kontribusi bagi ketahanan sosial ekologi serta mata pencaharian masyarakat di pulau kecil terutama pada lokasi dimana dilakukan penelitian yaitu Negeri Abubu dan Negeri Nalahia Kecamatan Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah.
“Terkait hal tersebut telah dilakukan Focus Discussion Group (FGD) Strategi Pengelolaan Agroforestry, Adaptasi Iklim & Peranan Gender, pada hari Kamis, 30 Mei 2024 kemarin,” aku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura (Unpatti), Prof Dr. Ir. A.E Pattiselanno, M. Si, Rabu 05/06/2024.
Pria yang didaulat untuk membuka secara resmi FGD tersebut menyatakan diskusi yang digelar merupakan proses kolaborasi dengan memperhatikan beberapa hal penting.
“Hal pertama dari sisi teori, yang meliputi 3 teori yaitu Agroforestry, Perubahan Iklim dan Gender yang kemudian dapat disatukan lewat kebijakan mengingat selama ini penelitian yang dilakukan adalah penelitian tunggal. Hal kedua, adalah kolaborasi stakeholder berdasarkan hasil penelitian. Hal ketiga, adalah memperhatikan aspek Agroforestry, perubahan iklim dan gender,” ungkapnya.
Pattiselanno berharap FGD menghasilkan kebijakan untuk memperkuat bagaimana perubahan iklim dapat diminimalisir dengan baik untuk kemaslahatan manusia.
Sementara itu Koordinator Penelitian Maluku, Prof. Agus Kastanya menambahkan, penelitian tersebut juga harus menghasilkan solusi menghadapi resiko sosial ekonomi akibat perubahan iklim.
“Ada harapan masyarakat di pulau kecil seperti Abubu dan Nalahia dapat beradaptasi dengan iklim dalam upaya meningkatkan ketahanan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang juga dipengaruhi oleh peran wanita. Sehingga dengan demikian slogan Maluku Maju, inklusif dan Berkelanjutan dapat dikembangkan sesuai dengan harapan bersama,” lugas Kastanya.
Diungkapkan tujuan dilaksanakan FGD adalah untuk menghasilkan kebijakan yang harus diambil dalam upaya mendorong ketahanan sosial ekolnomi dan ekologi di Negeri Abubu dan Nalahia.
“Pemilihan dua negeri ini karena terletak di pulau kecil dimana saat ini dampak perubahan iklim sangat nyata dan masif diantaranya kenaikan air laut di pesisir, adanya abrasi dengan ombak besar, memiliki kerentanan sangat tinggi serta curah hujan tinggi menyebabkan longsor. Hal-hal tersebut harus diantisipasi dengan baik lewat diskusi bersama stakeholder terkait,” ungkapnya.
Banyak pikiran, lanjutnya, yang diperoleh dalam FGD.
“Pemikiran tersebut akan direalisasikan melalui kebijakan guna diterapkan pada dua negeri sabagai sampel dan contoh untuk lima negeri lainnya sehingga Nusalaut secara umum dapat beradaptasi dengan ketahanan iklim. Bahkan secara umum, Nusalaut akan menjadi model pengembangan ketahanan iklim di Maluku,” paparnya.
Disebutkan penelitian perubahan iklim secara global dilakukan pada 3 Provinsi di Indonesia yang merupakan pulau-pulau kecil.
“Penelitian yang dilakukan terintegasri serta memiliki konsep nasional hngga ke daerah untuk mendorong ketahanan sosial ekonomi, iklim serta mata pencaharian masyarakat berbasis daerah aliran sungai. Untuk Maluku dipilih Negeri Abubu dan Nalahia, Untuk Nusa Tenggara Barat dipilih desa Batu Bulan dan Nusa tenggara Timur adalah desa Alas Utara,” sebutnya.
Sementara itu output yang diharapkan bahwa pulau Nusalaut menjadi model pengembangan pulau kecil dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, pemanasan bumi.
“Diharapkan masyarakat dua negeri ini dapat memahami kenaikan suhu serta dampak perubahan iklim sehingga dapat diantisipasi. Disini juga terkait dengan peran gender melalui usaha pertanian yang dimiliki secara turun temurun yang disebut Dusun. Bagaimana merubah cara berpikir masyarakat terhadap Agroforestry sensitif gender. Dusun tersebut dapat dipelihara ayam dengan sistem jaring dan yang mengelola adalah para ibu rumah tangga sehingga mengalihkan fungsi Argoforestri dari tradiosioanl menjadi Smart Argoforestry.
Kastanya memaparkan, dua negeri ini difokuskan pada daerah aliran sungai (DAS) Wainia.
“Kita membagi pengelolaan DAS yaitu pengelolaan huku, tengah dan hilir. DAS Wainia sendiri mengalir dari Negeri Abubu menuju Negeri Nalahia. Pengembangan Climate Smart Argoforestry diharapkan dapat menjaga serta meningkatkan aliran air pada Wainia sehingga kedepan tidak terganggu dengan perubahan iklim. Masyarakat tetap memperoleh air cukup kemudian usaha Agroforestry dapat ditingkatkan melalui regenerasi tanaman baru sehingga kembali berproduktivitas lebih baik,” paparnya.
Selain DAS, juga diperhatikan dampak pesisir laut yang mulai terabrasi.
“Di negeri Abubu misalnya, karena itu lewat FGD ini kita berharap dinas terkait PUPR dapat mengamankan kawasan pesisir lewat pemecah ombak. Tujuan lain, kita bisa membuat tambak kecil menciptakan kehidupan bagi ikan, kerang dan lainnya. Diatas tambak dibuat kandang jaring untuk memelihara ayam atau itik, akan terjadi siklus hara dimana kotoran ayam dan itik dapat menjadi makanan biota laut dalam tambak dimaksud. Kemudian sepanjang pesisir ditanam mangrove sebagai lokasi hidup ikan-ikan,” jelas pria smart itu.
Dirinya berharap lewat rekomendasi dalam penelitian dan FGD dapat dikembangkan sistem model pertanian Climate Smart Argoforestry.
“Climate Smart Argoforestry adalah mengupgrade pertanian sistem Dusun yang dikelola secara biasa saja di Nusalaut untuk dioptimalkan sehingga akan berdampak pada ekonomi, sosial, ekologi masyarakat dalam menghadapi tantangan iklim,” lugasnya.
Sementara penelitian merupakan kolaborasi antara Pemerintah Indonesia -Australia guna merumuskan kebijakan khususnya di Indonesia Timur yaitu Maluku, NTB dan NTB.
Tim peneliti terdiri dari Universitas Gajah Mada (UGM) dengan Sebijak Institut Fakultas Kehutanan UGM, Smallholder Innovation for Resilience (SIFOR), Australian National University ( ANU), Universitas Pattimura (UNPATTI). Ketua penelitian untuk Indonesia, Prof. Ahmad Maryudi dengan anggota DR. Ani (SIFOR), DR. Laras, DR. Fatma (UGM), Koordinator Penelitian Maluku, Prof. Agus Kastanya dengan tim : DR. Evelin Parera, DR. Yosevita Latupapua (UNPATTI), Sekertaris Dinas PUPR Provinsi Maluku, Woody Timisela, M.Si.
Penelitian tersebut juga didukung oleh 22 Local Champion yang mampu menggerakkan upaya pengembangan Agroforestry, Adaptasi Perubahan Iklim, namun yang dihadirkan dalam FGD 4 orang masing.masing 2 orang dari Negeri Abubu dan Nalahia.
Sementra FGD yang dilaksanakan Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan itu dihadiri oleh Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Jurusan, Sekertaris Jurusan Kehutanan, Ketua Program Studi.
Para pemangku kebijakan tingkat provinsi yang dihadirkan antara lain Kepala Bappeda Provinsi Maluku, Kepala Dinas Infokomsandi, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Masyarakat Desa (DP3AMD), Balai Sungai dan Jembatan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), BKMG, BPBD serta Kesatuan Pengeloaan Hutan (KPH).
Untuk tingkat Kabupaten antara lain Bappeda Maluku Tengah, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan serta Dinas Peternakan. Juga dari Kecamatan yaitu Camat Nusalaut yang berhalangan hadir serta Kepala Pemerintah 2 Negeri Abubu, Richard Manusama dan Nalahia, Drs. F.J.R Leiwakabessy, M.Si, yang juga sebagai Ketua Latupati Nusalaut. (MT-01)