Hasil Pleno Komisi II Peraturan Gereja, Maspaitella Tegaskan Standarisasi Gaji & Kode Etik

by -84 Views

“Meski dalam Peraturan Umum Gereja sudah terdapat aturan yang mengikat seluruh pelayan dan pegawai organik, namun diperlukan penguatan agar mekanisme penggembalaan terhadap pelanggaran etika dan disiplin lebih konkret dan proporsional. MPH juga mendiskusikan bagaimana tindak penggembalaan yang seharusnya diterapkan dalam kasus tertentu. Olehnya itu, Komisi Penggembalaan dan Tim Penggembalaan GPM perlu difungsikan secara maksimal,” bebernya.

Ambon,moluccastimes.id-Penyusunan pedoman pelaksanaan hasil Sidang Sinode ke-39, khususnya terkait tiga peraturan gereja yang telah disepakati dalam pleno Komisi II, menjadi tugas MPH sebagai eksekutif sinodal untuk menyusunnya.

Demikian Ketua Majelis Pekerja Harian (MPH) Gereja Protestan Maluku (GPM), Pdt. Elifas Maspaitella, M.Si usai pleno Komisi II tentang Peraturan Gereja dibawah pimpinan Pdt. Rico Rikumahu, M.Th, Kamis 23/10/2025.

“Contoh sederhana, standarisasi gaji dan tunjangan dalam satu pedoman yang dapat diterapkan dengan perhitungan akurat. Kenaikan gaji setiap tahun harus diukur berdasarkan skala pendapatan gereja,” tegas Elifas.

Selain itu, Pdt. Elifas juga menekankan perlunya pedoman penerimaan tenaga honorer dan pengangkatan pegawai organik, terutama di tingkat jemaat.

“Walaupun jenjang tertinggi pengangkatan pegawai berada di kantor Klasis, namun tenaga honorer juga dibutuhkan dengan catatan status honorer tidak secara otomatis menjadi organik. Bisa kita banyangkan 768 jemaat dengan 1.533 pegawai organik, jumlah ini tidak lagi ideal. Karena itu, aturan penerimaan tenaga honorer harus jelas sehingga tidak menimbulkan persepsi keliru,” papar pendeta smart itu.

Disisi lain, Maspaitella menyoroti kebutuhan mendesak untuk merumuskan peraturan kode etik dan penggembalaan yang lebih komprehensif.

“Meski dalam Peraturan Umum Gereja sudah terdapat aturan yang mengikat seluruh pelayan dan pegawai organik, namun diperlukan penguatan agar mekanisme penggembalaan terhadap pelanggaran etika dan disiplin lebih konkret dan proporsional. MPH juga mendiskusikan bagaimana tindak penggembalaan yang seharusnya diterapkan dalam kasus tertentu. Olehnya itu, Komisi Penggembalaan dan Tim Penggembalaan GPM perlu difungsikan secara maksimal,” bebernya.

Selain itu, dirinya mengingatkan juga untuk penyusunan perumusan kode etik gereja yang lebih menyeluruh, agar setiap bentuk pelayanan memiliki dasar etika dan spiritual yang kokoh.

Ia menyebut, meski dalam Peraturan Umum Gereja sudah terdapat aturan yang mengikat seluruh pelayan dan pegawai organik, namun diperlukan penguatan agar mekanisme penggembalaan terhadap pelanggaran etika dan disiplin lebih konkret dan proporsional.

“Kami di MPH telah berdiskusi bagaimana tindak penggembalaan seharusnya diterapkan dalam kasus tertentu. Karena itu, Komisi Penggembalaan dan Tim Penggembalaan GPM perlu difungsikan secara maksimal,” kata mantan Sekum itu.

Pendeta arif itu menegaskan, semua peraturan gereja memiliki keterkaitan sistemik satu sama lain.

“Selama belum dilakukan amandemen, maka sistem dan pola peraturan yang berlaku tetap mengacu pada aturan gereja sebelumnya. Jika ada perubahan, nantinya dapat ditinjau kembali oleh Komisi Penyelarasan, tanpa harus menunggu sidang sinode berikutnya,” jelas Elifas.

Ditegaskan pria asal Negeri Rutong ini, esensi dari setiap peraturan adalah menjaga ketertiban dan memastikan gereja tetap fokus pada misinya menyampaikan keselamatan Allah dan memelihara kehidupan bergereja melalui pelayanan yang tertib dan transparan.

“Keputusan Sinodal nanti harus disosialisasikan ke seluruh lapisan gereja mulai dari tingkat klasis dan jemaat. Yang terpenting keputusan Sinodal yang telah ditetapkan bersama itu harus dilaksanakan sebagaimana mestinya,” tutup Maspaitella. (MT-01)