Kenaikan Indeks Literasi Keuangan, Bukti Efektivitas Program Berjalan Baik

by -52 Views

“Kenaikan ini menunjukkan efektivitas program literasi dan inklusi yang dijalankan OJK bersama berbagai pihak. Walaupun masih ada tantangan pada kelompok tertentu,” ujar Friderica.

Jakarta,moluccastimes.id- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, indeks literasi keuangan tahun ini mencapai 66,46 persen, sementara indeks inklusi keuangan melonjak menjadi 80,51 persen. Angka ini naik dibanding 2024 yang masing-masing berada di angka 65,43 persen dan 75,02 persen.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyampaikan temuan ini bersama Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, di Jakarta, Jumat, 2 Mei 2025.

“Kenaikan ini menunjukkan efektivitas program literasi dan inklusi yang dijalankan OJK bersama berbagai pihak. Walaupun masih ada tantangan pada kelompok tertentu,” ujar Friderica.

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 melibatkan 10.800 responden dari 34 provinsi, dengan rentang usia 15 hingga 79 tahun. Pendataan dilakukan dari 22 Januari hingga 11 Februari 2025, menggunakan metode stratified multistage cluster sampling.

Tahun ini, SNLIK menggunakan dua pendekatan pengukuran: Metode Keberlanjutan dan Metode Cakupan DNKI. Metode pertama berfokus pada sembilan sektor jasa keuangan utama seperti perbankan, asuransi, fintech lending, hingga lembaga pembiayaan. Sementara metode kedua memperluas cakupan dengan memasukkan BPJS, koperasi simpan pinjam, dan penyelenggara aset kripto.

Dengan Metode DNKI, indeks inklusi melonjak lebih tinggi-menyentuh angka 92,74 persen. Indeks literasi keuangan juga sedikit lebih tinggi, 66,64 persen. Namun, baik metode konvensional maupun DNKI sama-sama menunjukkan rendahnya angka literasi keuangan syariah yang baru mencapai 43,42 persen dan inklusi keuangan syariah di angka 13,41 persen.

Meskipun tren nasional membaik, data menunjukkan ketimpangan masih menganga. Perempuan, warga perdesaan, serta masyarakat usia 15-17 tahun dan 51-79 tahun tercatat memiliki indeks literasi dan inklusi di bawah rata-rata nasional.

Kesenjangan juga terlihat berdasarkan tingkat pendidikan. Mereka yang hanya menyelesaikan pendidikan dasar atau tidak bersekolah sama sekali, mencatat angka literasi di bawah 55 persen. Sebaliknya, lulusan perguruan tinggi mencatat angka literasi mencapai lebih dari 90 persen dan inklusi hampir menyentuh 100 persen.

Sektor pekerjaan turut mempengaruhi. Pegawai profesional, pengusaha, dan pensiunan menjadi kelompok dengan tingkat literasi dan inklusi tertinggi. Sementara petani, nelayan, dan kelompok tidak/belum bekerja masih menjadi kelompok dengan indeks rendah.

Merespons hasil survei, OJK berkomitmen memperluas jangkauan edukasi keuangan ke kelompok rentan. “Kegiatan literasi dan inklusi keuangan akan difokuskan pada perempuan, masyarakat desa, serta penduduk dengan pendidikan dan akses pekerjaan terbatas,” ujar Friderica.

Langkah ini sejalan dengan arah kebijakan nasional dalam Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan (2023–2027), RPJMN 2025–2029, dan RPJPN 2025–2045.

Di tengah transformasi ekonomi dan digitalisasi layanan keuangan, data SNLIK 2025 menjadi alarm sekaligus peta jalan: Indonesia masih harus memperluas jangkauan literasi keuangan agar inklusi benar-benar merata. (MT-01)