“Yaitu harus memiliki izin OJK, guna menghindari resiko negatif. Sementara bagi pelaku yang tidak melunasi Pindar-nya, maka data pribadi peminjam dilaporkan kepada OJK dan masuk daftar hitam layanan pinjam. Konsekuensinya peminjam tidak bisa lagi mendapat bantuan dari lembaga keuangan di Indonesia,” ulas Simatupang.
Jakarta,moluccastimes.id-Kolaborasi selalu dilakukan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam upaya mendeteksi pelaku Pinjaman Online (Pinjol) yang tidak melunasi pinjamannya.
“Setiap pelaku Pinjol memiliki konsekuensi jika tidak melunasi Pinjol-nya. Dan saat ini istilah Pinjol telah diganti dengan Pinjaman Daring atau Pindar,” demikian Pengawas Senior Direktorat Pengawasan Usaha Pembiayaan Berbasis Teknologi, Rosary Christina Simatupang, disela “Media Edugathering 2025” yang diikuti oleh 15 jurnalis sejumlah media di Maluku, Jumat 24/01/2025.
Wanita smart itu menjelaskan, masyarakat yang membutuhkan dana Pindar, harus memilih perusahaan jasa keuangan yang resmi.
“Yaitu harus memiliki izin OJK, guna menghindari resiko negatif. Sementara bagi pelaku yang tidak melunasi Pindar-nya, maka data pribadi peminjam dilaporkan kepada OJK dan masuk daftar hitam layanan pinjam. Konsekuensinya peminjam tidak bisa lagi mendapat bantuan dari lembaga keuangan di Indonesia,” ulas Simatupang.
Namun, ada langkah yang bisa ditempuh sebelum masuk daftar hitam.
“Perusahaan jasa keuangan tersebut dapat melacak data peminjam lewat NIK dalam KTP yang dapat dihubungkan dengan orang-orang terdekatnya. Ini salah satu cara luar biasa, walaupun peminjam telah mengganti nomor ponselnya,” terangnya.
Karena itu, masyarakat dihimbau untuk menggunakan jasa Pindar legal.
“Pindar legal adalah perusahaan jasa keuangan yang memiliki izin resmi dari OJK, dimana bunga serta biaya telah diatur oleh OJK secara transparan, hingga penagihan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Data pribadi pengguna terjamin keamanannya dan risiko kerugian finansial dan masalah hukum lebih rendah. Sedangkan Pindar Ilegal, tidak memiliki izin dari OJK, bunga dan biaya yang dikenakan sangat tinggi dan tidak transparan. Penagihan sering dilakukan dengan kasar bahkan mengancam,” jelasnya.
Simatupang menyebutkan, hingga kini, tercatat ada 97 perusahaan penyelenggara Pindar di Indonesia yang telah mendapat izin dan terdaftar pada OJK.
“Jumlah tersebut tidak mengalami perubahan sejak 29 Oktober 2024,” lugasnya. (MT-01)