Ambon,moluccastimes.com-Jika ada satu kluster yang terabaikan, maka Kota Layak Anak (KLA) dianggap gagal dalam pelaksanaannya.
Demikian ketegasan Ketua Pusat Studi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Universitas Pattimura, Prof. A.M Sahusilawane kepada moluccas.com disela Rapat Koordinasi Teknis Kota Layak Anak (KLA) tahun 2023, Selasa 07/03/2023.
“Bicara tentang anak itu masuk dalam kluster 5 dimana ada sekitar 15 jenis kasus diantaranya anak berhadapan dengan hukum, anak yang dieksploitasi, anak dengan disabilitas, anak narkoba HIV AIDS, anak korban perceraian. Nah jika ada satu saja jenis kasus yang diabaikan maka suatu kota dinyatakan belum bisa sebagai KLA,” jelas wanita smart itu.
Dalam kaitan tersebut maka sinergitas harus tercipta antar seluruh OPD dan stakeholder.
“Masalah anak bukan menjadi tanggungjawab DP3AMD saja tetapi
seluruh komponen yang terkait. Sikap egosentris harus dilupakan. Apalagi
untuk mendapatkan predikat Madya, Nindya dan seterusnya. Kota Ambon
dengan heterogensi yang tinggi mengharuskan kolaborasi,” ucapnya.
Sebutnya, KLA itu dilihat dari perencanaan dan penganggaran berbasis anak serta strategi perlindungan terhadap anak.
“Jika anak merasa dan menjadi nyaman maka kota akan menjadi rumah bagi anak. Sebab anak tidak bisa hdup di jalanan. Semua itu tercover dan dipengaruhi juga dalam bagaimana perencanaan, penganggaran serta strategi pemerintah untuk memberikan perhatian kepada anak dalam upaya menjadi KLA,” tandasnya.
Diakuinya, anak mengalami berbagai masalah itu berasal dari dalam rumah.
“Internal rumah menjadi pola asuh bagi anak. Jika ada anak berhadapan dengan hukum, anak yang dieksploitasi, anak dengan disabilitas, anak narkoba HIV AIDS, anak korban perceraian, budi pekerti anak mulai hilang dengan kecenderungan gadget, semua bermuara pada pola asuh dari dalam rumah. Masalah ini menjadi krusial sehingga membutuhkan literasi, pendampingan serta diskusi bersama dan anak merasa ada perhatian orang tua,” jelasnya.
Sementara itu Kepala Dinas P3AMD Kota Ambon, M.Lekatompessy, S.STP, M.Si menambahkan perlu adanya koordinasi teknis terkait KLA dari seluruh elemen.
“Baik OPD, LSM, tokoh masyarakat, dunia usaha, pers, instansi vertikal membentuk keterlibatan dalam upaya mewujudkan KLA,” sebutnya.
Dari sisi P3AMD sendiri, Lekatompessy mengakui pencapaian KLA bukan lewat angka semata.
“Yang paling penting adalah apa yang benar-benar menjadi hak anak dapat terpenuhi dengan baik. Kita dapat melakukan perlindungan khusus kepada anak, angka status kekerasan bisa turun, bagaimana kesadaran masyarakat mewujudkan lingkungan anak dapat dilakukan bersama. Artinya setiap ada kasus maka pencegahan dan penanganan dapat dilakukan secara koorporatif lewat satu persepsi sehingga dapat mewujudkan KLA guna meningkatkan predikat dari Pratama ke Madya, Nindya dan seterusnya,” pungksanya. (MT-01)