Latuconsina : Tunda Pemilu, Pemerintah Sedang Alami Post Power Syndrome Tega Khianati Amanat Reformasi

by -84 Views

Jakarta,MollucasTimes.com-Jika Pemilu 2024 belum dilaksanakan, secara otomatis Pemerintah mengalami post power syndrome (sindrom paska kekuasaan) tega mengkhianati amanat reformasi untuk membatasi kekuasaan.

Hal ini diungkapkan Wasekjen Partai Demokrat, Jovan Latuconsina lewat rilis Minggu, 13/03/2022.

“Sikap ini sebenarnya hanya akal-akalan Pemerintah untuk menghindari pergantian kekuasaan pada Pemilu 2024 nanti. Itu namanya Post Power Syndrome  atau sindrom paska kekuasaan sehingga tega mengkhianati amanat reformasi untuk membatasi kekuasaan,” akunya tegas.

Latuconsina menandaskan, apa yang dilakukan oleh Ketua PDI-P dan Nasdem perlu diapresiasi.

“Dengan adanya sikap menolak penundaan Pemilu dan wacana Presiden tiga periode mengartikan bahwa mereka mengerti konsekuensi menghianati demokrasi ini. Disatu sisi, rakyat bisa bersuara, sementara kemungkinan besar TNI Polri akan diperalat membungkam ketidaksetujuan rakyat. Oleh sebab itu, kita perlu mengapresiasi sikap tegas dua negarawan senior itu,” tandasnya.

Jika rakyat dalam posisi ditekan, lanjutnya, maka mereka akan melawan balik.

“Sejarah banyak mencatat tentang hal ini. Pergantian kekuasaan  itu alamiah bahkan ada jaminan dalam konstitusi. Karena itu jangan diutak atik. Saya contohkan tahun 1998 rakyat mengkoreksi pemerintah dengan cara mereka, apakah ini harus berulang terus?. Nah, sebaiknya para pejabat yang berupaya mengutak-atik menghianati amanat reformasi, belajarlah dari Megawati dan Surya Paloh. Apalagi biaya politik dan sosialnya tidak kecil,” koreksinya.

Dirinya juga mengkritik pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan yang menggunakan alasan riset big data yang menunjukkan aspirasi publik menggaungkan perpanjangan kekuasaan.

“Pernyataan dengan dalih riset big data ini hanya akal-akalan saja. Bahkan merupakan skenario lanjutan dari upaya melanggengkan kekuasaan yang mengkhianati amanat Reformasi,” tegasnya.

Mantan Komandan Batalyon Raider 323 Kostrad ini mengatakan skenario-skenario yag disusun mengalami kegagalan.

“Skenario tiga periode gagal, demikian juga skenario perpanjangan jabatan gagal, sekarang dilanjutkan skenario tunda pemilu. Saya melihat wacana tunda pemilu ini pun kemungkinan besar akan gagal, skenario lain yang mungkin dilakukan adalah memaksakan amandemen UUD 45, dengan memanfaatkan kekuatan partai koalisi yang dominan di DPR RI maupun di MPR RI. Altenatif lain bisa menggembosi KPU dengan tidak mencairkan anggaran Pemilu 2024, karena sampai sekarang pembahasan anggaran Pemilu masih deadlock,” terangnya.

Yang terakhir, lanjutnya, bisa jadi pemerintah nekat mengeluarkan Dekrit Presiden dengan berbagai alasan, seolah-olah kehendak rakyat berdasarkan survei abal-abal, alasan ekonomi yang belum pulih, alasan Covid-19 yang belum terkendali, dan bahkan alasan perang Rusia-Ukraina.

Menurutnya Pemerintah sepertinya menyembunyikan sesuatu.

“Akhirnya kita akan tiba pada pemikiran bahwa ada apa sebenarnya dengan pemerintah? Ada sesuatu yang disembunyikan dibalik wacana perpanjangan kekuasaan. Hal ini seperti yang dikatakan Ketua Umum Partai Demokrat, Mas AHY,” cetusnya. 

Ada beberapa kemungkinan alasan penundaan Pemilu.

“Yang pertama ada suasana ketakutan kehilangan kekuasaan bahkan sebelum ada pergantian. Kedua adanya ketakutan rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru terancam gagal yang dilihat dari faktor ketidakpastian ekonomi serta waktu. Bagaimana tidak, Softbank Group Corp telah membatalkan rencana investasinya bagi IKN padahal sebelumnya pemerintah mengklaim Softbank berkomitmen berinvestasi antara 30-40 milliar dolar AS. Mundurnya Softbank ini tentunya bukan hanya soal uang, tapi juga merefleksikan ketidakyakinan investor akan proyek ini. Dilain sisi, pemerintah menaikkan porsi pembiayaan dari APBN hampir dua kali lipat, bahkan Menkeu sempat menjelaskan akan merealokasi sebagian dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bagi pembangunan IKN, walaupun kemudian dibantah Menko Perekonomian,” paparnya.

Dikatakan, waktu yang tersisa tidak realistis untuk memindahkan Ibukota Negara.

“Sebab banyak hal yang musti dipikirkan bukan hanya membangun gedung dan infrastruktur, tapi juga memindahkan kehidupan manusia dengan segala kebutuhannya di sana. masalah air, listrik, transportasi, lingkungan perumahan, sekolah, pasar dan sebagainya. Juga sistem pertahanan Ibukota yang tidak mungkin dibangun dalam waktu kurang dari dua tahun, apalagi lokasi Ibukota yang baru ini lebih dekat pada hot spot regional seperti Laut Cina Selatan. Ini harus menjadi dasar pemikiran yang sehat,” tegasnya.

Pada intinya, Demokrat setuju IKN pindah dari Jakarta, tapi Demokrat tidak setuju jika dilakukan saat ini juga, ketika dana yang ada harusnya diprioritaskan untuk pemulihan ekonomi dan penanganan covid-19.

“Jangan kehendak rakyat untuk melaksanakan pergantian kekuasaan secara konstitusional melalui Pemilu diutak-atik hanya karena elit kekuasaan gagal mengatasi post power syndrome atau untuk menyelamatkan proyek mercusuar yang merupakan kepentingan elit. Sebab, rakyatlah pemegang kedaulatan di negeri ini,” pungkasya. (MT-01).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *