Pendekatan Siklus Hidup Dapat Cegah Stunting Sejak Dini

by -78 Views

Ambon,MollucasTimes.com-Stunting atau kerdil adalah kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah lima tahun yang disebabkan kurang gizi kronis yang ditandai dengan panjang badan atau tinggi badan berada di bawah standar. Hal ini dapat dicegah melalui pendekatan siklus hidup.

Hal ini diungkapkan Staf Pengajar Program Studi (Prodi) Kebidanan POLTEKKES Kemenkes, J. A Salakory kepada MollucasTimes.com, Rabu 19/01/2022.

“Kondisi ini terjadi dalam usia 1000 hari pertama kehidupannya (HPK) terhitung sejak ibu mengandung hingga anak usia dua tahun. Anak dikatakan stunting apabila panjang badan atau tinggi badannya berada dibawah minus dua dari standar deviasi (-2SD) panjang atau tinggi anak seumurnya. Nah, untuk mencegah agar tidak terjadi Stunting, ada beberapa hal yang dapat menjadi perhatian. Hal yang paling utama adalah bagaimana menyiapkan kondisi dalam usia subur terutama bagi calon pengantin (Cantin). Mereka harus diberi edukasi dan pengetahuan tentang program siap nikah dan siap hamil,” jelasnya.

Wanita smart ini mengungkapkan siap hamil adalah bagi wanita dengan usia minimal lebih dari dua puluh tahun.

“Mengapa demikian? karena pada usia ini wanita sudah mengerti dan bisa menerima perubahan bentuk fisik tubuh bahkan emosional mereka juga makin terkontrol. Selain itu, mereka juga harus mendapat informasi dari pihak yang berkompeten misalnya dari Puskesmas atau Bidan maupun kader Posyandu yaitu bagaimana cara mengatur jarak dan jumlah kelahiran melalui edukasi Keluarga Berencana Pasca Persalinan (KBPP),” ungkap wanita yang murah senyum ini.

Selanjutnya, setelah melahirkan segera menggunakan KBPP dan memberikan ASI Eksklusif. 

“Pada tahap ini, edukasi masih dilakukan khususnya bagaimana menerapkan pola baru yaitu pelayanan kesehatan sebelum persalinan atau ANC (Ante Natal Care) yang ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Juga mengedukasi tentang gizi bayi, kesehatan reproduksi dan KB kepada ibu pasca persalinan,” tambahnya.

Dikatakan wanita berkacamata ini, hal -hal yang disebutkan untuk mencegah Stunting juga harus didukung dengan cara penanganannya.

“Stunting dapat ditangani dengan cara promosi dan komunikasi informasi dan edukasi pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), pemantauan dan intervensi tumbuh kembang anak usia 0–5 tahun serta cegah Stunting sejak remaja dengan pemberian edukasi kesehatan reproduksi dan pemberian tablet Fe + folat. Hal ini dilakukan guna memperbaiki gizi remaja untuk mencegah anemia,” tuturnya.

Prevelensi Stunting Nasional & Kerugian Ekonomi

Diuraikannya, dari hasil survey tentang status gizi balita di Indonesia tahun 2019, Prevelensi Stunting Nasional berdasarkan tinggi badan menurut umur sebanyak 27,67%.

“Ini berarti tiga dari sepuluh balita masih mengalami Stunting yang merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia serta ancaman terhadap daya saing bangsa. Kerugian ekonomi akibat Stunting pada angkatan kerja di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 10,5% dari produk domestik bruto (PDB), atau setara dengan 286 triliun rupiah,” rincinya.

Dijelaskan Salakory, Stunting dapat disebabkan oleh sejumlah faktor.

“Faktor pendukung timbulnya Stunting diantaranya faktor tidak langsung dapat berupa sanitasi lingkungan dan hygiene yang buruk, pendidikan, sosial ekonomi, kemiskinan. Faktor langsung diantaranya kurang nutrisi, tidak cukupnya ASI bagi bayi, adanya penyakit yang diderita oleh bayi, pola asuh yang tidak sesuai. Kemudian ada juga faktor intermediate yang meliputi jarak anak < 2 tahun, jumlah anak lebih dari dua orang, usia ibu, tinggi badan ibu, pola asuh,” rincinya.

Sementara itu, lanjutnya, remaja yang kurang asupan makanan bergizi akan menjadi calon ibu kurang gizi dan akan mengalami anemia.

“Tentunya ini juga berpengaruh selama masa kehamilan sehingga lebih berisiko memiliki anak Stunting. Kemudian praktik pemberian makanan yang tidak tepat yaitu 60% anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI Eksklusif atau ASI saja selama enam bulan pertama. Bahkan dua dari tiga anak usia 6-24 bulan tidak menerima makanan pendamping ASI,” tandasnya. 

Yang pasti, tegasnya, akan timbul gejala pada anak Stunting.

“Gejalanya diantaranya pubertas terlambat, perhatian kurang focus, memori belajar lambat, pertumbuhan gigi terlambat, usia 8–10 tahun menjadi pendiam, tidak mau menatap mata, pertumbuuhan melambat, wajah lebih muda dari usianya. Ini sangat berdampak dan menghambat pertumbuhan fisik, meningkatkan kerentanan anak terhadap penyakit, menimbulkan hambatan perkembangan kognitif yang menurunkan kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan. Bahkan bisa meningkatkan resiko terjadinya penyakit degeneratif di usia dewasa,” pungkasnya. (MT-01)