Perda 9 & 10 Adalah Payung Hukum Perneg, Jangan Lakukan Distorsi

by -52 Views

Ambon,mollucastimes.com-Dalam proses pemilihan hingga pelantikan Raja definitif, maka Peraturan Daerah (Perda) merupakan payung hukum bagi terlaksananya pembuatan Peraturan Negeri (Perneg).

insert : Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy SH di sela pelantikan Raja Laha

Hal ini dikatakan Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy, SH di sela pelantikan Raja Negeri Laha, Rifally Azhar Mewar, di Balai Kota Ambon, Senin 23/23/19.

“Secara tegas dalam peraturan daerah (Perda) terutama nomor 9 dan 10 mengatur tentang keberadaan sebuah negeri adat, bagaimana mekanisme tata cara pencalonan hingga pemilihan dan pelantikan, siapa yang menjadi Mata Rumah Parentah kemudian yang memiliki hak menjadi Raja serta teknis lainnya. Ini berlaku bagi 22 Desa dan Negeri di kota Ambon dimana Negeri Laha merupakan satu satu Negeri Adat yang telah merealisasikannya,” papar Louhenapessy disambut tepuk riuh undangan yang hadir.

Ditegaskan, karena merupakan Negeri Adat maka Saniri Negeri-lah yang bertugas menyusun Perneg menyangkut butir-butir yang tertuang dalam isi Perda.

“Peraturan Negeri (Perneg) yang disusun harus berdasarkan dan berpatokan pada butir-butir dalam Perda. Ini adalah aturan yang harus dipahami dan dimengerti lebih dahulu oleh Saniri Negeri. Kenapa saya bilang begini, karena kebanyakan Negeri Adat lama dalam proses pemilihan hingga pelantikan sebab terkendala dengan Perneg yang harus dibuat. Karena itu, saya minta agar Perneg yang dibuat berpedoman pada isi Perda sehingga tidak mengalami distorsi. Saniri Negeri harus bekerja sedemikian rupa hingga Perneg ini dapat menjadi payung hukum yang benar dalam proses pemilihan hingga pelantikan Raja yang definitif,” jelas Wali Kota yang memiliki profesi sebagai Pengacara ini.

Mata Rumah Parenta Disusun Berdasar Bukti Sejarah

Ditegaskannya,  dalam satu Negeri Adat, hanya ada satu Mata Rumah Parenta yang dapat dibuktikan dengan sejarahnya, maka secara de Facto maupun de Jure, Negeri tersebut tidak lagi melakukan pemilihan tetapi memproses pelantikan Raja sesuai dengan keberadaan Mata Rumah Parenta dimaksud.

“Saniri Negeri telah menyusun Perneg sesuai dengan kultural adat yang ditarik garis lurus kebawah dengan memperhatikan butir Perda. Seperti halnya Negeri Laha. Dari penelusuran sejarah terbukti bahwa  Keluarga Mewar-lah yang berasal dari  turunan Mata Rumah Parenta. Kemudian dari Mata Ruma Parentah tinggal menentukan siapa yang menjadi Raja untuk periode ini. Saya rasa hal ini tidak terlalu sulit karena memiliki dasar kultural adat yang kuat. Hal ini berlaku bagi semua Negeri yang masih berproses,” jelasnya.

Lawan Legitimasi,  Bisa Masuk Ranah Hukum

Ditambahkan, dalam proses yang terjadi bisa saja ada perbedaan pandangan maupun pendapat.

“Namun, yang jelas jika sudah ada legitimasi hukum, maka semuanya harus taat dan tunduk dibawah aturan. Raja adalah simbol legitimasi yang sah sehingga jika ada yang tidak mentaatinya, dapat dikedepenkan ke ranah hukum maupun pihak yang berwajib,” tegasnya.

Sebagai Pemimpin di Kota ini, lanjutnya, dirinya memiliki kewenangan untuk melantik Raja setelah semua urusan internal negeri yang bersangkutan terselesaikan sehingga tidak meningggalkan jejak kesalahan bagi generasi mendatang.

“Sekali lagi saya tegaskan, ini negeri adat. Jadi, lakukan sesuatunya berdasarkan kultural adat serta sejarah sebagai pedoman budaya yang dimiliki. Pemerintah Kota Ambon tidak mau salah melangkah hingga kemudian mewariskan nilai yang tidak benar dalam tata pengelolaan Pemerintahan Negeri Adat kepada anak cucu. Kota Ambon memiliki keunikan tersendiri yang lahir dalam sebuah kondisi masyarakat yang memiliki kultur budaya dan adat sangat kuat oleh karenanya ciri-ciri Negeri Adat harus terakomodir dan menjadi modal peningkatan nilai pranata adat yang harus dikembalikan ke tempatnya,” tegas jebolan Universitas Pattimura jurusan Hukum ini. (MT-01)