Pra Konferensi Tenurial, Patty : Hak Wilayah Adat Harus Dikembalikan Ke Masyarakat Adat

by -144 Views

Ambon,moluccastimes.com-Menyikapi banyak kekerasan atau konflik perampasan ruang hidup atas pengelolaan wilayah adat yang masif terjadi pada masyarakat adat, perlu dilakukan konsultasi bersama para pemangku adat pada pulau kecil di Maluku.

Demikian PW AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Maluku, Lenny Patty, disela kegiatan Pra Konferensi Tenurial Nasional 2023 Konsultasi Region Maluku dan Pulau Kecil, Rabu, 20/09/2023.

“Selama ini terjadi banyak kekerasan, konflik perampasan pengelolaan wilayah adat. Pemerintah sepertinya tidak lagi melihat keberlanjutan kehidupan generasi masyarakat adat dalam wilayah adatnya sehingga terjadi resistensi. Hal tersebut merupakan dasar pijakan AMAN setelah mengevaluasi kebijakan pada setiap periode pemerintah pusat,” aku Patty.

Wanita smart itu mengungkapkan, penting bagi masyarkat adat di pulau kecil secara bersama melihat kondisi yang terjadi.

“Luas laut Maluku lebih besar dari luas daratan, jika daratan saja sudah dikuasi sedemikan rupa, maka ruang kehidupan semakin sempit. Disinilah tiap pemimpin adat bisa mengeluarkan isi hati, persoalan yang dihadapi sehingga kita bisa saling konsolidasi mencari jalan keluarnya,” tambahnya.

Dikatakan semua hal yang diungkapkan dalam Pra Konferensi Tenurial Nasioanl ini, akan menjadi bahan pemikiran seluruh region di Indonesia.

“Kegiatan ini dibuat untuk mengumpulkan persoalan yang dihadapi oleh masing-masing pulau kecil yang diakomodir nanti untuk dicari jalan keluar dalam konferensi Tenurial Nasional  Oktober 2023 di Jakarta,” imbuhnya.

Dirinya berharap, kegiatan ini dapat meluruskan dan mengoreksi paradigma kebijakan praktek reforma agraria.

“Bahwa yang diinginkan masyarakat adalah mengembalikan hak masyarakat adat bukan dikembalikan ke pemerintah untuk kemudian diekploitasi dan diekspansi penguasaannya kepada investor. Kemudian, sehubungan dengan pengelolaan sumber daya alam, juga peraturan lain yang tidak berpihak pada keadilan sosial serta mendorong reformasi kelembagaan untuk memastikan terwujudnya keadilan sumber daya alam dan agraria,” jelasnya.

AMAN adalah Aliansi Masyarakat Adat yang dibentuk oleh tokoh masyarakat adat pada tahun 1999, yang merasa tidak ada satu lembaga yang menampung keluhan serta masalah yang dihadapi dalam kaitan kasus perampasan wilayah adat, kriminalisasi yang dialami oleh masyarakat adat. 

“Tahun 1999 itu, kami mengeluarkan pernyataan jika negara tidak mengakui kami,  maka kami juga tidak mengakui negara. Sebab, masyarakat adat ada sebelum negara ada. Dan ternyata, semakin hari konflik dan kasus terkait masyarakat adat semakin banyak dan tidak ada penyelesaian tuntas,” tekannya.

Sementara itu, salah satu peserta, Upu Latu Negeri Nalahia, Drs. F.J.R Leiwakabessy, M.Si mengapresiasi kegiatan Pra Konferensi Tenurial Nasional tersebut.

“Apresiasi perlu disampaikan bagi AMAN Maluku karena selama ini banyak kasus terkait hak adat yang terjadi namun tidak ada penyelesaiannya. Artinya, mereka melihat bahwa ini adalah tanggungjawab bersama pemerintah adat di Maluku yang harus diamankan,” ungkap pria smart itu.

Ditambahkan melalui konsultasi pra Konferensi Tenurial ini  banyak hal yang akan menjadi temuan untuk dibahas dan dicari jalan keluar.

“Salah satu pemikiran dari Pemerintah Negeri Nalahia adalah perlu dibentuk wadah untuk menampung aspirasi pemerintah adat masing-masing sehingga pembahasan serta penyelesaian masalah terkait wilayah adat, wilayah batas negeri baik di darat maupun di laut, sumber daya alam, dapat memberikan dampak positif dalam penguatan adat itu sendiri,” jelasnya.

Kegiatan yang berlangsung selama satu hari itu dilakukan secara online dan offline melibatkan  pemangku adat sejumlah negeri pulau kecil di Maluku. 

Nara sumber yang dihadirkan diantaranya Yayasan Gasira, Lies Marantika; Universitas Pattimura, Debby V. Pattimahu; LMMA Biak, Cliff Marlessy; Pemudi Wapsalit, Deliana Behuku; Masyarakat Adat Kasieh, Wiwi E. Kakiay dan dipandu moderator dari Baileo Maluku, Nus Ukru.

Diskusi yang dipantik adalah satu Dekade pemerintahan joko Widodo Di Maluku Dan Pulau Pulau Kecil melalui pendalaman serta penyusunan rekomendasi perbaikan kebijakan untuk dibahas dalam konferensi Tenurial Nasional  Oktober 2023 di Jakarta. (MT-01)