“Panen ini diharapkan dapat memperkuat pasokan cabai di pasar lokal, menekan harga, dan membantu menjaga kestabilan ekonomi masyarakat. Ini bagian dari komitmen kami mendukung ketahanan pangan berkelanjutan di Maluku,” tegasnya.
Ambon,moluccastimes.id-Gerakan Tanam Serempak Cabai yang dicanangkan Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, SH, LL.M pada 13 Agustus 2025 menuai hasil dalam Panen Perdana Cabai Digital Farming dan Konvensional, Dusun Telaga Kodok, Desa Hitu Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah, Rabu 12/11/2025.
Panen tersebut menandai pertemuan dua pendekatan pertanian, digital farming dan konvensional, yang dikelola oleh petani dalam Komunitas Smart Farming Maluku, hasil musyawarah bersama antara pelaksana program digital dan petani konvensional, dan didukung Dinas Pertanian dan Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku.
“Gerakan tanam serempak yang dicanangkan Bapak Gubernur Maluku pada 13 Agustus 2025 lalu kini kita panen bersama. Ini bukti kerja kolaboratif antara Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, Penyuluh, dan Petani yang terus kita kawal bersama,” ucap Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku, Dr. Ilham Tauda, SP., M.Si disela kegiatan panen.

Dirinya juga menyampaikan apresiasi kepada Kepala Perwakilan BI Maluku yang tetap konsisten mensuport program ini.
“Kedepan kita akan dorong model digital farming ini ke Tual, Masohi sebagai daerah IHK (Indeks Harga Konsumen), dan wilayah penyangga lainnya, agar menjadi contoh bagi petani lain,” tambahnya.
Menurut Dr. Tauda, digital farming memang membutuhkan biaya awal yang besar, namun dukungan seperti dari Bank Indonesia menjadi stimulan penting agar kelompok tani dapat mandiri dan mampu mereplikasi sistem ini secara luas.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku, Mohamad Latif, menilai panen kali ini merupakan bagian penting dari Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan.
“Kami sangat mendukung langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Provinsi Maluku. Karena komoditas cabai dan bawang merah ini sangat menentukan stabilitas harga di pasar,” ungkap Latif.
Ia menjelaskan, pada Oktober lalu, inflasi volatile food Maluku mencapai 5,12 persen, dengan harga cabai rawit melonjak hingga Rp 100 ribu per kilogram. Kondisi tersebut menjadikan Maluku sebagai salah satu “zona merah” dalam peta inflasi nasional.

“Panen ini diharapkan dapat memperkuat pasokan cabai di pasar lokal, menekan harga, dan membantu menjaga kestabilan ekonomi masyarakat. Ini bagian dari komitmen kami mendukung ketahanan pangan berkelanjutan di Maluku,” tegasnya.
Latif juga menyinggung arah kebijakan nasional di bawah Asta Cita Presiden Prabowo, yang mendorong peningkatan ketahanan pangan melalui pemanfaatan sumber daya lokal.
“Kita ingin kebutuhan masyarakat, termasuk untuk program MBG, bisa dipenuhi dari hasil petani kita sendiri,” timpalnya..
Dilokasi yang sama, Ketua Komunitas Smart Farming Maluku, Rasyid melaporkan, keberhasilan sistem digital farming yang dikembangkan sejak tahun 2023 hingga tahun 2025.
“Dalam tiga tahun terakhir, tercatat enam unit demplot telah berjalan, terdiri dari tiga unit cabai dan tiga unit bawang merah. Hasilnya menggembirakan, Cabai digital farming (0,4 hektar) menghasilkan 2,1 ton dengan 22-25 kali panen, naik 34% dibanding sistem konvensional yang menghasilkan 1,6 ton. Bawang merah digital farming (0,4 hektar) menghasilkan 3,2 ton, atau meningkat 51% dibanding metode konvensional yang hanya mencapai 1,4 ton,” sebutnya.
Digital farming menurutnya sangat membantu para petani memahami kebutuhan tanaman secara akurat, dari kelembapan tanah hingga dosis pupuk, dan hasilnya nyata. Produksi lebih tinggi, kualitas lebih baik.(MT-01)









