Ambon, Mollucastimes.Com- Stones Sisinaru,SH.M.Hum Akademisi Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon sekaligus anak daerah Saka Mese Nusa mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) secepatnya membuat peraturan daerah yang mengatur mengenai negeri adat untuk menjawab kebutuhan masyarakat adat di SBB.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon sekaligus anak negeri adat Saka Mese Nusa Stones Sisinaru,SH.M.Hum kepada Mollucastimes.Com di Ambon, Selasa (29/11/2016) menjelaskan, Indonesia saat ini sudah terdapat undang-undang no 6 Tahun 2014 yang mengatur tentang desa. Dan Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang susunan dan kedudukan MPR/DPR-RI,DPD-RI dan DPRD, menyebutkan DPRD mempunyai fungsi yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Tambahnya, berkaitan dengan fungsi legislasi DPRD SBB saat ini belum menjalankannya secara baik, karena sampai saat ini belum ada peraturan daerah atau perangkat daerah yang berbicara mengenai desa atau negeri dalam konteks Undang-Undang No 6 Tahun 2014 yang dibuat dan ditetapkan oleh DPRD Kabupaten SBB.
“Sebagai contoh di Maluku Tengah ada peraturan daerah (Perda) No 1 Tahun 2006 yang berbicara mengenai pemerintahan negeri. Itu berarti mereka sudah mengatakan bahwa ini negeri adat.” ungkapnya
Dikatakannya, Saka Mese Nusa terdapat banyak negeri adat. Namun fakta saat ini tidak terjawab karena regulasi daerah belum mengatur mengenai hal tersebut. Sehingga banyak negeri-negeri adat masih dipimpin oleh karateker. Berbicara mengenai karateker itu merupakan perpanjangan tangan administrasi dari pemerintah daerah, oleh karena itu anak-anak adat yang dipersiapkan dinegerinya sendiri tidak bisa menduduki tempat itu karena belum ada perangkat atau peraturan daerah yang mengatur mengenai hal tersebut.
“Pertanyaannya, siapa yang harusnya bertugas atau bertanggungjawab untuk menyusun atau membentuk peraturan daerah tersebut? Jawabannya tidak lain, selain anggota DPRD yang merupakan wakil rakyat di Kabupaten SBB.” tandasya
Sisinaru menyampaikan, DPRD SBB secepat mungkin menyusun Perda tersebut serta fokus untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai wakil rakyat. mengingat ditahun 2017 ini akan berlangsung Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dilanjutkan dengan pemilihan Gubernur di tahun 2018 dan setelah itu kita diperhadapkan dengan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan presiden. anggota DPRD juga merupakan petugas partai yang ditugaskan juga untuk mengawal setiap kepentingan partai dalam momen-momen Pilkada sehingga tugas-tugas mereka sebagai wakil rakyat tidak bisa dijalankan secara baik.
“Jadi mereka harus segera melakukan paripurna untuk menyusun perda tersebut ditahun 2017 nanti, kalau tidak proses ini akan berjalan terus, karena 2017 ini kita bicara pilkada di SBB, dan setelah itu juga momen 2018 Pilgub, setelah Pilgub kita bicara pileg dan pemilihan presiden. Sehingga tugas-tugas itu mereka tidak bisa menjalankannya secara baik karena mereka bagian dari petugas partai yang ditugaskan di DPR. mungkin itu salah satu kegelisahan beta selaku akademisi dan anak daerah Saka Mese Nusa terkait dengan proses pemerintahan di SBB berkaitan dengan karateker-karateker di desa atau negeri.” jelasnya
Sisinaru sangat prihatin terhadap negeri-negeri adat di Kabupaten SBB, terutama berkaitan dengan sistem pemerintahan yang saat ini sedang dijalankan, karena dinilai telah mengkebiri hak-hak anak adat di bumi raja-raja itu. Yang diakibatkan menurunnya fungsi kontrol dari DPRD yang tidak lain adalah wakil rakyat.
“Karena kalau tidak dibuat maka anak-anak adat tidak akan berkembang. Lalu pertanyaannya DPRD berbuat apa selama ini?” tandasnya
Sisinaru berharap, masyarakat negeri adat yang ada di bumi Saka Mese Nusa, melalui saniri negeri atau Badan Musyawarah Desa (BMD) agar dapat menyuarakan hal ini dalam rapat-rapat desa atau rapat-rapat di tingkat kecamatan. Agar supaya sama-sama bersuara kepada DPRD untuk secepatnya menyelesaikan Perda tersebut.
“Akademisi, Praktisi, Anak Negeri adat, semua harus bersuara. Kalau hari ini ada orang yang melakukan demonstrasi terkait persoalan ini saya kira itu sangat baik, karena itu bagian dari idealisme atas kegelisahan mereka terhadap desa atau negeri adat yang mereka lihat selama ini kurang diperhatikan oleh Pemerintah SBB maupun DPRD SBB.” ujarnya. (MT-08)